Newest Post
// Posted by :CAN
// On :Kamis, 17 November 2016
Dani Xnuxer versus KPU
Masih segar dalam ingatan kita bagaimana seorang Dani Firmansyah menghebohkan dunia hukum kita dengan aksi defacing-nya. Defacing alias pengubahan tampilan situs memang tergolong dalam cybercrime dengan menggunakan TI sebagai target.
Sesungguhnya aksi ini tidak terlalu fatal karena tidak merusak data penting yang ada di lapisan dalam situs tersebut. Defacing biasa dilakukan dalam cyberwar. Aksi ini biasa dilakukan sekadar sebagai peringatan dari satu hacker ke pihak tertentu. Pada cyberwar yang lebih besar ruang lingkupnya, defacing melibatkan lebih adari satu situs. Kasus perseteruan Ambalat antara Indonesia-Malaysia beberapa waktu lalu misalnya, adalah satu contoh cyberwar yang lumayan seru.
Defacing yang dilakukan Dani alias Xnuxer diakuinya sebagai aksi peringatan atau warning saja. Jauh-jauh hari sebelum bertindak, Dani sudah mengirim pesan ke admin situs http://tnp.kpu.go.id bahwa terdapat celah di situs itu. Namun pesannya tak dihiraukan. Akibatnya pada Sabtu 17 April 2004, tepatnya pukul 11.42, lelaki berkacamata itu menjalankan aksinya. Dalam waktu 10 menit, Dani mengubah nama partai-partai peserta Pemilu dengan nama yang lucu seperti Partai Jambu, Partai Kolor Ijo dan sebagainya. Tidak ada data yang dirusak atau dicuri. Ini aksi defacing murni.
Konsultan TI PT. Danareksa ini menggunakan teknik yang memanfaatkan sebuah security hole pada MySQL yang belum di patch oleh admin KPU. Security hole itu di-exploit dengan teknik SQL injection. Pada dasarnya teknik tersebut adalah dengan cara mengetikkan string atau command tertentu pada address bar di browser yang biasa kita gunakan.
Seperti yang diutarakan di atas, defacing dilakukan Dani sekadar sebagai unjuk gigi bahwa memang situs KPU sangat rentan untuk disusupi. Ini sangat bertentangan dengan pernyataan Ketua Kelompok Kerja Teknologi Informasi KPU Chusnul Mar’iyah di sebuah tayangan televisi yang mengatakan bahwa sistem TI Pemilu yang bernilai Rp 152 miliar, sangat aman 99,9% serta memiliki keamanan 7 lapis sehingga tidak bisa tertembus hacker.
Dani sempat melakukan spoofing alias penghilangan jejak dengan memakai proxy server Thailand, tetapi tetap saja pihak kepolisian dengan bantuan ahli-ahli TI mampu menelusuri jejaknya. Lantas, acuan hukum apa yang digunakan oleh aparat untuk menahan Dani mengingat kita belum memiliki Cybercrime Law? Aparat menjeratnya dengan Undang-Undang (UU) No. 36 / 1999 tentang Telekomunikasi, khususnya pasal 22 butir a,b,c, pasal 38 dan pasal 50. Dani dikenai ancaman hukuman yang berat, yaitu penjara selama-lamanya enam tahun dan atau denda sebesar paling banyak Rp 600 juta rupiah.
Berikut kutipan UU No. 36/1999:
Pasal 22
Setiap orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah, atau memanipulasi
a. akses ke jaringan telekomunikasi ; dan atau
b. akses ke jasa telekomunikasi ; dan atau
c. akses ke jaringan telekomunikasi khusus.
Pasal 50
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 22, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Akhirnya Dani Firmansyah dituntut hukuman satu tahun penjara dan denda Rp 10 juta subsider tiga bulan kurungan oleh Jaksa Penuntut Umum Ramos Hutapea dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 9 November 2004.
Kronologi Pembobolan Situs www.kpu.go.id
Kasus Pembobolan Situs http://www.kpu.go.id
Pada pemilu 2004 lalu, ada sebuah kasus yang cukup mengegerkan dan memukul telak KPU sebagai institusi penyelenggara Pemilu. Tepatnya pada 17 April 2004 situs KPU diacak-acak oleh seseorang dimana nama-nama partai peserta pemilu diganti menjadi lucu-lucu namun data perolehan suara tidak dirubah. Pelaku pembobolan situs KPU ini dilakukan oleh seorang pemuda berumur 25 tahun bernama Dani Firmansyah, seorang mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta jurusan Hubungan Internasional.
Pihak Kepolisian pada awalnya kesulitan untuk melacak keberadaan pelaku terlebih kasus seperti ini adalah barang baru bagi Kepolisian. Pada awal penyelidikan Polisi sempat terkecoh karena pelaku membelokan alamat internet atau internet protocol (IP address) ke Thailand namun dengan usaha yang gigih, polisi berhasil meringkus tersangka ini setelah bekerjasama dengan beberapa pihak seperti Asosiasi Penyelenggara jasa Internet Indonesia (APJII) dan pihak penyedia jasa koneksi internet (ISP/Internet Service Provider).
Xnuxer, nama panggilan Dani Firmansyah di dunia bawah tanah (Underground), di tangkap Satuan Cyber Crime Direktorat Reserse Khusus Kepolisian Daerah Metro Jaya pada tanggal 24 April 2004 sekitar pukul 17:20 di tempat kerjanya di kantor PT. Danareksa Jl. Merdeka Selatan, Jakarta Pusat.
Jumat 16 April, Xnuxer mencoba melakukan tes sistem sekuriti kpu.go.id melalui XSS (cross site scripting) dari IP 202.158.10.117, namun dilayar keluar message risk dengan level low (website KPU belum tembus atau rusak). Hal itu ia kerjakan di kantornya di Gedung PT Danareksa, Ia menjadi semakin penasaran sebab selama sehari penuh sistem website KPU itu benar-benar tidak berhasil ditembus.
Sabtu 17 April 2004 pukul 03.12,42, Xnuxer mencoba lagi melakukan penetrasi ke server tnp.kpu.go.id dengan cara SQL Injection dan berhasil menembus IP tnp.kpu.go.id 203.130.201.134, serta berhasil meng-up date tabel daftar nama partai pada pukul 11.23,16 sampai pukul 11.34,27. Teknik yang dipakai Xnuxer dalam meng-hack yakni melalui teknik spoofing (penyesatan). Xnuxer melakukan serangan dari IP 202.158.10.117, kemudian membuka IP Proxy Anonymous Thailand 208.147.1.1 sebelum msuk ke IP tnp.kpu.go.id 203.130.201.134, dan berhasil membuka tampilan nama 24 partai politik peserta pemilu. Nama ke-24 parpol peserta pemilu kemudian diubah menjadi buah dan hewan. Seperti Partai Jambu, Partai Kolor Ijo, Partai Wirosableng, Partai Kelereng, Partai si Yoyo, Partai Air Minum Kemasan Botol, Partai Dukun Beranak, maupun Partai Mbah Jambon.
Dani juga sempat menyesatkan pelacakan petugas dengan seolah-olah ia membobol situs KPU dari Warna Warnet di Jl Kaliurang Km 8, Yogyakarta. Dari penelusuran di Yogyakarta, polisi mendapatkan keterangan pelaku merupakan hacker yang sudah pindah ke Jakarta sejak 1 April 2003.
Pelacakan untuk menangkap Dani dimulai polisi dengan mempelajari log server KPU. Untuk mempermudah kerja, hanya log server tanggal 16 dan 17 April yang diteliti. Itu pun tidaklah mudah sebab pada tanggal 16 April terdapat 361.000 baris data orang-orang yang masuk ke situs KPU ini. Lalu, pada tanggal 17 April saat sang cracker beraksi itu, ada 164.000 baris data tamu.
Dari penelusuran ini, terlihat bahwa penggantian nama-nama partai di situs KPU berlangsung pada tanggal 17 April antara pukul 11.24 WIB sampai 11.34 WIB. Penelusuran juga mendapatkan dua buah nickname pelaku yaitu “xnuxer” dan “schizoprenic”.
Kesulitan pertama langsung terlihat karena terlihat bahwa pelaku telah melakukan “penyesatan”. Terlihat seakan pelaku melakukannya dari Thailand dari alamat IP (Internet Protocol) 208.147.1.1. Polisi dan timnya tidak menyerah. Mereka melacak kegiatan nickname-nickname tadi dari berbagai cara.
Secara tidak sengaja tim perburuan bertemu dengan seseorang yang kenal dengan Dani di internet ketika sedang chatting. Kemudian tim penyidik menemukan salah satu IP address di log KPU, ada yang berasal dari PT. Danareksa. Lalu belakangan diketahui bahwa seseorang yang diajak chatting dengan polisi untuk mencari informasi tentang Dani tersebut adalah Fuad Nahdi yang memiliki asal daerah yang sama dengan Dani, dan merupakan admin di Warna Warnet. “Jadi nickname-nya mengarah ke Dani dan IP addres-nya mengarah ke tempat kerjanya Dani. Dari hasil investigasi, keluar surat perintah penangkapan atas Dani Firmansyah yang berhasil dibekuk di kantornya di Jakarta.
Modus dan Motif Pembobolan Situs KPU
Adapun modus dari tindakan Dani Firmansyah ini adalah “Unauthorized Access to Computer System and Service”.
Ketika Dani berhasil ditangkap kepada penyidik, pria yang bekerja sebagai konsultan teknologi informasi (TI) PT. Danareksa itu mengaku bahwa motif ia melakukan pembobolan situs KPU ini karena ia tertantang dengan pernyataan Ketua Kelompok Kerja TI KPU Chusnul Mar’iyah di sebuah tayangan televisi. Saat itu, Chusnul mengatakan sistem TI seharga Rp152 miliar itu sangat aman dan tidak akan bisa ditembus hacker. Oleh karena itu, Dani mengetes sistem keamanan server tnp.kpu.go.id.
Kesimpulan :
Kita sebagai manusia harus lebih berhati hati dan smart, dalam menyikapi dan menggunakan teknologi ini mestinya kita dapat memilah mana yang baik, benar dan bermanfaat bagi sesama, kita juga mesti pandai melihat mana yang buruk dan merugikan bagi orang lain untuk selanjutnya kita menghindari atau memberantasnya jika hal itu ada di hadapan kita.
Saran:
Cybercrime adalah bentuk kejahatan yang mestinya kita hindari atau kita berantas keberadaannya. Cyberlaw adalah salah satu perangkat yang dipakai oleh suatu negara untuk melawan dan mengendalikan kejahatan dunia maya (cybercrime) khususnya dalam hal kasus cybercrime yang sedang tumbuh di wilayah negara tersebut. Seperti layaknya pelanggar hukum dan penegak hukum.
Kepada pemerintah supaya lebih tegas lagi dalam menangani kasus-kasus cybercrime. Dan kepada para pakar IT supaya dalam membuat program pengamanan data lebih optimal lagi sehingga kasus-kasus kejahatan di dunia maya dapat diminimalkan.
LaluPerlunya Dukungan Lembaga Khusus: Lembaga ini diperlukan untuk memberikan informasi tentang cybercrime, melakukan sosialisasi secara intensif kepada masyarakat, serta melakukan riset-riset khusus dalam penanggulangan cybercrime.
Penggunaan enkripsi untuk meningkatkan keamanan. Penggunaan enkripsi yaitu dengan mengubah data-data yang dikirimkan sehingga tidak mudah disadap (plaintext diubah menjadi chipertext). Untuk meningkatkan keamanan authentication (pengunaan user_id dan password), penggunaan enkripsi dilakukan pada tingkat socket.

Masih segar dalam ingatan kita bagaimana seorang Dani Firmansyah menghebohkan dunia hukum kita dengan aksi defacing-nya. Defacing alias pengubahan tampilan situs memang tergolong dalam cybercrime dengan menggunakan TI sebagai target.
Sesungguhnya aksi ini tidak terlalu fatal karena tidak merusak data penting yang ada di lapisan dalam situs tersebut. Defacing biasa dilakukan dalam cyberwar. Aksi ini biasa dilakukan sekadar sebagai peringatan dari satu hacker ke pihak tertentu. Pada cyberwar yang lebih besar ruang lingkupnya, defacing melibatkan lebih adari satu situs. Kasus perseteruan Ambalat antara Indonesia-Malaysia beberapa waktu lalu misalnya, adalah satu contoh cyberwar yang lumayan seru.
Defacing yang dilakukan Dani alias Xnuxer diakuinya sebagai aksi peringatan atau warning saja. Jauh-jauh hari sebelum bertindak, Dani sudah mengirim pesan ke admin situs http://tnp.kpu.go.id bahwa terdapat celah di situs itu. Namun pesannya tak dihiraukan. Akibatnya pada Sabtu 17 April 2004, tepatnya pukul 11.42, lelaki berkacamata itu menjalankan aksinya. Dalam waktu 10 menit, Dani mengubah nama partai-partai peserta Pemilu dengan nama yang lucu seperti Partai Jambu, Partai Kolor Ijo dan sebagainya. Tidak ada data yang dirusak atau dicuri. Ini aksi defacing murni.
Konsultan TI PT. Danareksa ini menggunakan teknik yang memanfaatkan sebuah security hole pada MySQL yang belum di patch oleh admin KPU. Security hole itu di-exploit dengan teknik SQL injection. Pada dasarnya teknik tersebut adalah dengan cara mengetikkan string atau command tertentu pada address bar di browser yang biasa kita gunakan.
Seperti yang diutarakan di atas, defacing dilakukan Dani sekadar sebagai unjuk gigi bahwa memang situs KPU sangat rentan untuk disusupi. Ini sangat bertentangan dengan pernyataan Ketua Kelompok Kerja Teknologi Informasi KPU Chusnul Mar’iyah di sebuah tayangan televisi yang mengatakan bahwa sistem TI Pemilu yang bernilai Rp 152 miliar, sangat aman 99,9% serta memiliki keamanan 7 lapis sehingga tidak bisa tertembus hacker.
Dani sempat melakukan spoofing alias penghilangan jejak dengan memakai proxy server Thailand, tetapi tetap saja pihak kepolisian dengan bantuan ahli-ahli TI mampu menelusuri jejaknya. Lantas, acuan hukum apa yang digunakan oleh aparat untuk menahan Dani mengingat kita belum memiliki Cybercrime Law? Aparat menjeratnya dengan Undang-Undang (UU) No. 36 / 1999 tentang Telekomunikasi, khususnya pasal 22 butir a,b,c, pasal 38 dan pasal 50. Dani dikenai ancaman hukuman yang berat, yaitu penjara selama-lamanya enam tahun dan atau denda sebesar paling banyak Rp 600 juta rupiah.
Berikut kutipan UU No. 36/1999:
Pasal 22
Setiap orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah, atau memanipulasi
a. akses ke jaringan telekomunikasi ; dan atau
b. akses ke jasa telekomunikasi ; dan atau
c. akses ke jaringan telekomunikasi khusus.
Pasal 50
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 22, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Akhirnya Dani Firmansyah dituntut hukuman satu tahun penjara dan denda Rp 10 juta subsider tiga bulan kurungan oleh Jaksa Penuntut Umum Ramos Hutapea dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 9 November 2004.
Kronologi Pembobolan Situs www.kpu.go.id
Kasus Pembobolan Situs http://www.kpu.go.id
Pada pemilu 2004 lalu, ada sebuah kasus yang cukup mengegerkan dan memukul telak KPU sebagai institusi penyelenggara Pemilu. Tepatnya pada 17 April 2004 situs KPU diacak-acak oleh seseorang dimana nama-nama partai peserta pemilu diganti menjadi lucu-lucu namun data perolehan suara tidak dirubah. Pelaku pembobolan situs KPU ini dilakukan oleh seorang pemuda berumur 25 tahun bernama Dani Firmansyah, seorang mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta jurusan Hubungan Internasional.
Pihak Kepolisian pada awalnya kesulitan untuk melacak keberadaan pelaku terlebih kasus seperti ini adalah barang baru bagi Kepolisian. Pada awal penyelidikan Polisi sempat terkecoh karena pelaku membelokan alamat internet atau internet protocol (IP address) ke Thailand namun dengan usaha yang gigih, polisi berhasil meringkus tersangka ini setelah bekerjasama dengan beberapa pihak seperti Asosiasi Penyelenggara jasa Internet Indonesia (APJII) dan pihak penyedia jasa koneksi internet (ISP/Internet Service Provider).
Xnuxer, nama panggilan Dani Firmansyah di dunia bawah tanah (Underground), di tangkap Satuan Cyber Crime Direktorat Reserse Khusus Kepolisian Daerah Metro Jaya pada tanggal 24 April 2004 sekitar pukul 17:20 di tempat kerjanya di kantor PT. Danareksa Jl. Merdeka Selatan, Jakarta Pusat.
Jumat 16 April, Xnuxer mencoba melakukan tes sistem sekuriti kpu.go.id melalui XSS (cross site scripting) dari IP 202.158.10.117, namun dilayar keluar message risk dengan level low (website KPU belum tembus atau rusak). Hal itu ia kerjakan di kantornya di Gedung PT Danareksa, Ia menjadi semakin penasaran sebab selama sehari penuh sistem website KPU itu benar-benar tidak berhasil ditembus.
Sabtu 17 April 2004 pukul 03.12,42, Xnuxer mencoba lagi melakukan penetrasi ke server tnp.kpu.go.id dengan cara SQL Injection dan berhasil menembus IP tnp.kpu.go.id 203.130.201.134, serta berhasil meng-up date tabel daftar nama partai pada pukul 11.23,16 sampai pukul 11.34,27. Teknik yang dipakai Xnuxer dalam meng-hack yakni melalui teknik spoofing (penyesatan). Xnuxer melakukan serangan dari IP 202.158.10.117, kemudian membuka IP Proxy Anonymous Thailand 208.147.1.1 sebelum msuk ke IP tnp.kpu.go.id 203.130.201.134, dan berhasil membuka tampilan nama 24 partai politik peserta pemilu. Nama ke-24 parpol peserta pemilu kemudian diubah menjadi buah dan hewan. Seperti Partai Jambu, Partai Kolor Ijo, Partai Wirosableng, Partai Kelereng, Partai si Yoyo, Partai Air Minum Kemasan Botol, Partai Dukun Beranak, maupun Partai Mbah Jambon.
Dani juga sempat menyesatkan pelacakan petugas dengan seolah-olah ia membobol situs KPU dari Warna Warnet di Jl Kaliurang Km 8, Yogyakarta. Dari penelusuran di Yogyakarta, polisi mendapatkan keterangan pelaku merupakan hacker yang sudah pindah ke Jakarta sejak 1 April 2003.
Pelacakan untuk menangkap Dani dimulai polisi dengan mempelajari log server KPU. Untuk mempermudah kerja, hanya log server tanggal 16 dan 17 April yang diteliti. Itu pun tidaklah mudah sebab pada tanggal 16 April terdapat 361.000 baris data orang-orang yang masuk ke situs KPU ini. Lalu, pada tanggal 17 April saat sang cracker beraksi itu, ada 164.000 baris data tamu.
Dari penelusuran ini, terlihat bahwa penggantian nama-nama partai di situs KPU berlangsung pada tanggal 17 April antara pukul 11.24 WIB sampai 11.34 WIB. Penelusuran juga mendapatkan dua buah nickname pelaku yaitu “xnuxer” dan “schizoprenic”.
Kesulitan pertama langsung terlihat karena terlihat bahwa pelaku telah melakukan “penyesatan”. Terlihat seakan pelaku melakukannya dari Thailand dari alamat IP (Internet Protocol) 208.147.1.1. Polisi dan timnya tidak menyerah. Mereka melacak kegiatan nickname-nickname tadi dari berbagai cara.
Secara tidak sengaja tim perburuan bertemu dengan seseorang yang kenal dengan Dani di internet ketika sedang chatting. Kemudian tim penyidik menemukan salah satu IP address di log KPU, ada yang berasal dari PT. Danareksa. Lalu belakangan diketahui bahwa seseorang yang diajak chatting dengan polisi untuk mencari informasi tentang Dani tersebut adalah Fuad Nahdi yang memiliki asal daerah yang sama dengan Dani, dan merupakan admin di Warna Warnet. “Jadi nickname-nya mengarah ke Dani dan IP addres-nya mengarah ke tempat kerjanya Dani. Dari hasil investigasi, keluar surat perintah penangkapan atas Dani Firmansyah yang berhasil dibekuk di kantornya di Jakarta.
Modus dan Motif Pembobolan Situs KPU
Adapun modus dari tindakan Dani Firmansyah ini adalah “Unauthorized Access to Computer System and Service”.
Ketika Dani berhasil ditangkap kepada penyidik, pria yang bekerja sebagai konsultan teknologi informasi (TI) PT. Danareksa itu mengaku bahwa motif ia melakukan pembobolan situs KPU ini karena ia tertantang dengan pernyataan Ketua Kelompok Kerja TI KPU Chusnul Mar’iyah di sebuah tayangan televisi. Saat itu, Chusnul mengatakan sistem TI seharga Rp152 miliar itu sangat aman dan tidak akan bisa ditembus hacker. Oleh karena itu, Dani mengetes sistem keamanan server tnp.kpu.go.id.
Kesimpulan :
Kita sebagai manusia harus lebih berhati hati dan smart, dalam menyikapi dan menggunakan teknologi ini mestinya kita dapat memilah mana yang baik, benar dan bermanfaat bagi sesama, kita juga mesti pandai melihat mana yang buruk dan merugikan bagi orang lain untuk selanjutnya kita menghindari atau memberantasnya jika hal itu ada di hadapan kita.
Saran:
Cybercrime adalah bentuk kejahatan yang mestinya kita hindari atau kita berantas keberadaannya. Cyberlaw adalah salah satu perangkat yang dipakai oleh suatu negara untuk melawan dan mengendalikan kejahatan dunia maya (cybercrime) khususnya dalam hal kasus cybercrime yang sedang tumbuh di wilayah negara tersebut. Seperti layaknya pelanggar hukum dan penegak hukum.
Kepada pemerintah supaya lebih tegas lagi dalam menangani kasus-kasus cybercrime. Dan kepada para pakar IT supaya dalam membuat program pengamanan data lebih optimal lagi sehingga kasus-kasus kejahatan di dunia maya dapat diminimalkan.
LaluPerlunya Dukungan Lembaga Khusus: Lembaga ini diperlukan untuk memberikan informasi tentang cybercrime, melakukan sosialisasi secara intensif kepada masyarakat, serta melakukan riset-riset khusus dalam penanggulangan cybercrime.
Penggunaan enkripsi untuk meningkatkan keamanan. Penggunaan enkripsi yaitu dengan mengubah data-data yang dikirimkan sehingga tidak mudah disadap (plaintext diubah menjadi chipertext). Untuk meningkatkan keamanan authentication (pengunaan user_id dan password), penggunaan enkripsi dilakukan pada tingkat socket.