Newest Post
Archive for 2015
MAKNA MEMPERINGATI MAULID NABI BAGI PEMUDA-PEMUDI
DI ERA GLOBALISASI SAAT INI
Muhammad
Adalah Teladan hidup
Sejarah
Peringatan Maulid Nabi Muhammad shallallâhu
‘alaihi wa sallam pertama kali diselenggarakan oleh Muzaffar ibn
Baktati, raja Mesir yang terkenal arif dan bijaksana. Sedangkan pencetus ide
peringatan adalah panglima perangnya, Shalahuddin Yussuf Al-Ayubi (abad ke-6
M), sosok pemimpin pasukan Islam yang pernah mengalahkan pasukan Kristen dalam
Perang Salib. Shalahuddin juga merupakan panglima Islam di masa Khalifah Mu’iz
Liddinillâh dari dinasti Bani Fathimiyah di Mesir (berkuasa 365 H/975 M).
Seperti disebutkan dalam Ensiklopedia Islam untuk Pelajar, ia
kemudian juga gigih menyelenggarakan peringatan Maulid Nabi dari tahun ke tahun
di masanya. Mengapa Shalahuddin merasa perlu mengadakan peringatan Maulid? Sang
panglima berpendapat, ketika Perang Salib terjadi, motivasi umat Islam sangat
menurun, sementara motivasi pasukan Salib (Kristen) meningkat. Hal ini tentu
tidak kondusif bagi pasukan Islam, sehingga Shalahuddin merasa perlu
membangkitkan kembali semangat umat Islam sebagaimana umat Kristen dengan
perayaan Natal-nya. Maka, sang panglima ini kemudian mengadakan peringatan hari
lahir Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam yang kemudian
dikenal dengan sebutan Maulid Nabi. Bila dalam peringatan Natal kaum Kristen
dikisahkan tentang keagungan Yesus, maka dalam peringatan Maulid, Shalahuddin
menggemakan kisah perang yang dilakukan Nabi shallallâhu ‘alaihi wa
sallam. Tapi belakangan, yang dibacakan pada acara peringatan Maulid
tersebut berubah, bukan lagi kisah perang, melainkan kisah lahir dan hidup sang
Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam. Kisah perang tampaknya dianggap
tak lagi relevan.
Walaupun peringatan Maulid Nabi
Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam masih dipertanyakan
oleh beberapa kalangan dan dinyatakan sebagai bid’ah, peringatan Maulid Nabi
tampaknya masih perlu dilakukan. Di tengah perkembangan globalisasi saat ini,
yang tak jarang memperlemah semangat keimanan umat Islam, maka peringatan
Maulid Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam menjadi sangat
penting. Selain dimaksudkan untuk meneladani akhlak Muhammad shallallâhu
‘alaihi wa sallam, peringatan Maulid juga untuk memberikan motivasi kepada
umat tentang pentingnya perang yang lebih besar, yakni perang melawan
kemungkaran dan kemaksiatan. Krisis berkepanjangan bangsa Indonesia saat ini,
antara lain disebabkan merajalelanya kemaksiatan, kemungkaran dan tidak adanya
penegakan nilai-nilai moral. Hawa nafsu lebih mendominasi kehidupan umat manusia
saat ini ketimbang moral.
Memperingati Maulid Nabi Muhammad shallallâhu
‘alaihi wa sallam bermakna meneladani jejak langkah sunnah Rasul yang
telah diwariskannya. Beliau adalah teladan hidup yang menyemai banyak kebaikan
dalam rangkaian keindahan hidup. Keteladanan yang akan senantiasa layak diikuti
setiap generasi dari semua generasi sekarang maupun yang akan datang.
Perjalanan sejarah hidup beliau melalui berbagai fase yang penuh kemandirian
dan perjuangan. Semua perjalanannya juga dihiasi dengan keluhuran sikap dan
ketinggian budi pekerti. Rasûlullâh yang lahir sebagai seorang yatim kemudian
mampu menunjukkan berbagai hal tersebut di atas semenjak masa kanak-kanaknya.
Dalam diri Nabi shallallâhu ‘alaihi
wa sallam terkumpul sifat-sifat utama yaitu rendah hati, lemah lembut,
jujur, tidak suka mencari-cari cacat orang lain, sabar, tidak angkuh, santun
dan tidak mudah mabuk pujian. Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam selalu
berusaha melupakan hal-hal yang tidak berkenan di hatinya dan tidak pernah berputus
asa dalam berusaha. Oleh sebab itu Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam adalah
tipe ideal bagi seluruh kaum muslimin, termasuk bagi para sufi. Hal ini sesuai
dengan firman Alah SWT dalam al-Qur’an surat al-Ahzâb [33]: 21, “Sesungguhnya
telah ada pada diri Rasûlullâh itu suri teladan yang baik bagimu yaitu bagi
orang yang mengharap ( rahmat ) Allâh dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak
menyebut Alah.” (QS al-Ahzâb [33]: 21)
Menurut berbagai riwayat, pada masa
remajanya, Muhammad yang tinggal dengan pamannya, melakukan pekerjaan yang
biasa dikerjakan oleh mereka yang seusianya. Beliau memulai mengasah mentalitas
wirausahanya dengan menjadi penggembala untuk orang-orang Mekkah di masa
kanak-kanaknya. Dengan menjadi penggembala beliau mendapatkan upah, guna
meringankan sedikit beban yang ditanggung oleh pamannya. Beliau ingin
berpenghasilan dan bisa mandiri. Tidak hendak berpangku tangan hanya sekedar
bermain saja. Sebagai anak muda yang jujur dan punya harga diri, beliau sama
sekali tidak suka berlama-lama menjadi tanggungan pamannya yang memiliki beban
keluarga besar.
Sebuah perkerjaan yang kemudian mengantarkan
beliau untuk lebih banyak merenung dan berpikir tentang kondisi kaumnya.
Kaumnya yang saat itu terejerumus dalam berbagai bentuk kejahilliyahan,
menyembah berhala, menjalankan riba, minum minuman keras serta pelbagai macam
kesenangan dan hiburan sepuas-puasnya tidak menarik minat Muhammad remaja
sedikitpun. Jiwa bersihnya yang selalu mendambakan kesempurnaan menyebabkan
beliau menjauhi foya-foya, yang biasa menjadi kesenangan utama penduduk Mekkah.
Beliau mendambakan cahaya hidup yang akan lahir dalam segala manifestasi
kehidupan, dan yang akan dicapainya hanya dengan dasar kebenaran. Kenyataan ini
dibuktikan dengan julukan yang diberikan orang kepadanya dan bawaan yang ada
dalam dirinya. Itu sebabnya, sejak masa kanak-kanak gejala kesempurnaan,
kedewasaan dan kejujuran hati sudah tampak, sehingga penduduk Mekkah semua
memanggilnya al-Amîn (yang dapat dipercaya).
Bulan Rabi’ul Awal merupakan
bulan ekspresi kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW. Hari-hari pada bulan ini
banyak digunakan untuk mengenang kebesaran dan jasa-jasanya. Beliau adalah
manusia pilihan Allâh SWT, dialah manusia mulia yang telah menunaikan amanah,
menyampaikan risalah, membina umat, dan membebaskan manusia dari penyembahan
kepada berhala menuju pada penyembahan kepada Allâh SWT.
Sungguh ironis memang. Bulan ini kita
kembali memasuki bulan Rabi’ul Awwal, bulan yang di dalamnya dilahirkan seorang
manusia pilihan untuk menyempurnakan risalah yang telah dibawa sejak nabi Adam
AS. Rasanya tepat bagi kita bermuhasabah sejenak, kembali merenungi sosok agung
tersebut agar kita dapat kembali kejalan yang benar. Wujud cinta kita kepada
Rasûlullâh selalu kita buktikan dengan mengikuti perbuatan-perbuatannya. Rasul
menganjurkan berbuat baik kepada semua orang, dengan segera kita
melaksanakannya. Ketika Rasul menyuruh kita sopan santun, jujur, adil, bersikap
pemaaf, maka dengan antusias kita menyambut dan melaksanakan perintah itu.
Sehingga dalam kadar tertentu kita telah menjadikan Rasûlullâh sebagai figur
yang harus diteladani dalam segala komponen kehidupan. Bahkan Rasûlullâh
adalah ushwatun hasanah atau teladan yang baik.
Rethinking Maulid Maulid Nabi
Meskipun Maulid Nabi diperingati setiap
tahun, mengapa perilaku masyarakat tetap tidak berubah. Salah satu penyebabnya
adalah adanya tarik menarik antara kebaikan dan keburukan. Di negeri ini,
rupanya keburukan lebih menarik daripada kebaikan. Apalagi keburukan dikemas
dalam bentuk yang lebih menarik dan indah, sehingga kebaikan pun menjadi
terpendam. Ini merupakan tantangan bagi para penganjur kebaikan, baik individu,
kelompok maupun lembaga atau institusi. Yakni, bagaimana mereka bisa
menyampaikan kebaikan dengan cara yang efektif dan menarik. Para penganjur
keburukan kini jumlahnya semakin meningkat. Mereka juga sangat cerdik mengemas
keburukan itu dalam berbagai bentuk, termasuk lewat dunia hiburan berkedok
seni. Mereka mengemas pornografi dengan dalih ekspresi seni (baca: seperti seni
erotis zaman jahiliyah). Kebanyakan umat Islam sebenarnya sudah tahu
bahwa Rasûlullâh itu adalah teladan yang baik. Masalahnya, lanjut Quraish
Shihab, kemauan meneladani itu terhalang oleh nafsu.
Pada masa sekarang ini yang paling menonjol
untuk dicontoh dari Rasûlullâh adalah sifat jujur atau amanah. Dua sifat ini
sudah banyak hilang dan akhirnya menciptakan kemungkaran-kemungkaran yang
berakibat kepada kesengsaraan masyarakat. Krisis moral dan akhlak ditambah
dengan tidak adanya keteladanan para pemimpin (baca: karena mereka juga cacat
moral dan akhlak). Bagaimana mungkin pemimpin akan mengubah masyarakat kepada
keadilan dan kesejahteraan jika pemimpinnya tidak memberikan teladan. Krisis
ekonomi yang berkepanjangan sebenarnya adalah akibat pemimpin-pemimpin yang
tidak jujur dan tidak amanah. Seorang pemimpin seharusnya meneladai empat sifat
Rasûlullâh: bisa dipercaya, patut menerima kepercayaan, bisa dan mampu
menyampaikan kebenaran, serta bijaksana dan cerdas. Sifat-sifat inilah yang
harus ditiru umat Islam, terutama mereka yang saat ini diamanati berkuasa di
negeri ini.
Umat Islam sekarang ini memahami pribadi
Rasûlullâh dengan cara yang sangat formal dan normatif. Nabi Muhammad
ditampilkan hanya sebatas pada ceramah-ceramah, khutbah, dan sebagainya, tapi
tidak dikonstruksikan sebagai bagian dari diri mereka (umat Islam). Yang ada
hanya transfer ilmu dan pengetahuan bukan nilai-nilai yang harus ditanamkan
dalam diri umat. Sebagai contoh biasanya para penceramah peringatan Maulid
memposisikan Nabi Muhammad SAW sebagai sosok di langit, lebih sebagai pahlawan
dan wakil dari Tuhan. Nabi tidak diajarkan dengan pendekatan dengan
menyampaikan nilai-nilai kemanusiaan yang ada pada diri nabi sehingga nabi
adalah sosok yang nyata dan dapat dicontoh. Seperti telah Allâh
firmankan: “Katakanlah: sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia
seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu
adalah Tuhan yang Esa. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka
hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan
seorangpun dalam beribadat pada Tuhannya”(QS. Al-Kahfi [18]: 110). Sehingga
wajar jika sampai saat ini kegiatan peringatan Maulid Nabi hanya sebatas
seremonial dan kurang membekas pada umat Islam.
Ada
lagi sebagian dari umat Islam mencontoh dan meneladani Nabi hanya pada hal-hal
yang menguntungkan diri mereka pribadi. Misalnya mencontoh beristri lebih dari
satu, tetapi mereka adalah orang yang tidak mencontoh sifat adil pada diri
Rasûlullâh. Menuntut orang lain untuk hidup sederhana tetapi dirinya sendiri
hidup foya-foya dan hura-hura. Keteladanan Rasûlullâh tidak seharusnya diambil
sebagian-sebagian. Seluruh kehidupan Rasûlullâh harus kita jadikan teladan,
mulai dari bagaimana beliau bermasyarakat, menjadi pemimpin, komandan perang,
pedagang, pendidik, sebagai suami, ayah, sebagai teman, dan seterusnya. Itulah
inti dari peringatan Maulid Nabi.
Namun amat disayangkan, rasa cinta kepada
Rasûlullâh itu sedikit demi sedikit mulai memudar sesuai dengan berkembangnya
peradaban. Sangat ironis memang, ternyata generasi muda kita lebih paham dan
mengikuti “sabda-sabda” yang mereka anggap sebagai figur “teladan”. Tak bisa
menutup mata, bahwa remaja kita mulai gandrung dengan tokoh-tokoh artis yang
mereka anggap mampu memberi inspirasi dalam hidupnya. Bahkan dalam tataran
tertentu mampu menumbuhkan histeria. Bukan saja kaum muda yang sudah
mematut-matut diri menyamakan dengan idola pujaannya. Namun, tanpa disadari
kaum tua pun telah melakukan hal yang sama, meski dalam unsur yang berbeda.
Dalam diri kita mulai merayap pemikiran dan perasaan yang bertolak belakang
dengan sikap Rasûlullâh sebagai teladan kita. Betapa naifnya kita mengaku-ngaku
mencintai dan meneladani Rasûlullâh sementara kita sendiri tak pernah mengikuti
perilakunya. Cinta kita, cinta palsu belaka. Di satu sisi kita senantiasa
bersholawat kepadanya, tapi pada kesempatan yang lain kita malah melakukan
perbuatan yang dilarangnya, yang jelas bertentangan dengan perilaku mulianya.
Satu
hal yang bisa kita dapati bila kita mencintai dan meneladani Rasûlullâh dalam
segala komponen kehidupan, yang tak akan pernah kita jumpai dalam mencintai dan
meneladani selain Rasûlullâh, yakni Rasûlullâh akan memberi “bonus” berupa
syafaat kepada kita di hari penghisaban, bila kita mengikuti apa-apa yang
diperintahkannya dan menghindari apa yang dilarangnya. Tak perlu menipu diri
dengan menganggap nanti akan mendapat syafaat, sementara kita tak pernah
meledani perbuatan Rasûlullâh.
Cara Meneladani Rasûlullâh saw
Seseorang yang mempunyai idola tentu saja
prilakunya tidak jauh dari sosok yang diidolakan. Berusaha menyukai hal-hal
yang disukai idola, mengoleksi atribut-atribut yang ada hubungannya dengan
idola, bahkan berusaha mati-matian berpola hidup seperti sang idola. Begitu
pula ketika kita mengaku mengidolakan Rasûlullâh. Konsekuensinya tentu saja
kita harus menghidupkan sunnah-sunnahnya baik berupa perbuatan, perkataan
maupun penetapan beliau. Jangan mengaku mengidolakan Rasûlullâh jika membaca
al-Qur’an saja jarang-jarang. Sholat wajib masih sering bolong.
Bermuka manis terhadap sesama terasa sulit. Pelit untuk bersedekah. Gemar
berbohong. Gunjing sana-sini. Jam karet dan ingkar janji jadi kebiasaan. Semua
hal tersebut tentu saja kontradiksi dari apa yang telah dicontohkan oleh
Rasûlullâh.
قُلْ
إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فَاتَّبِعُوْنِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْ
لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَاللهُ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ
“31. Katakanlah:
Jika kamu (benar-benar) mencintai Allâh, maka ikutilah (sunnah/petunjuk)ku,
niscaya Allâh mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu, Allâh Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 31).
Imam at-Thabarî, ketika menafsirkan ayat ini
berkata, “Ayat yang mulia ini merupakan hakim (pemutus perkara) bagi setiap
orang yang mengaku mencintai Allâh, akan tetapi dia tidak mengikuti jalan
(sunnah) Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam, maka dia adalah
orang yang berdusta dalam pengakuan tersebut dalam masalah ini, sampai dia mau
mengikuti syariat dan agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad dalam semua ucapan,
perbuatan dan keadaannya. Berakhlaklah seperti al-Qur’an, karena ‘Aisyah radhiyallâhu
‘anha. ketika ditanya bagaimanakah akhlak nabi, beliau menjawab Sungguh
akhlak Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam adalah
al-Qur’an. Barang siapa mengamalkan al-Qur’an dan sunnah, maka sungguh ia telah
meneladani Rasûlullâh dengan sebenar-benarnya.
MEMPERINGATI TAHUN BARU HIJRIAH BAGI PEMUDA-PEMUDI
DI ERA GLOBALISASI SAAT INI
Di era globalisasi seperti
saat ini, syiar-syiar
Islam mulai meredup dan tenggelam dalam berbagai macam
perayaan dan tradisi non Islam dimasyarakat Indonesia yang notabenenya
didominasi oleh generasi muda Islam. Mari kita lihat
sekilas perayaan hari Valentine pada 14 Februari atau
perayaan tahun baru Masehi yang begitu meriah dan fantastis. Berbeda dengan
perayaan tahun baru Islam yang seakan dianak tirikan oleh masyarakat kita,
keadaan ini senada dengan apa yang digambarkan Rasulullah Saw 14 abad silam:
عن
ابي سعيد الخدري , ان رسول الله صلى الله وسلم قال : لتتنعن سنن الذي من قبلكم
شبرا بشبر و ذراعا بذراع, حتى لو دخلوا في جحر ضب لا تبعتموا هم " يا رسول
الله, اليهود و النصاري ؟ قال " فمن"
Dari Abi Sa’id Al khudri ra
berkata : “Rasulullah Saw bersabda : Kalian semua akan benar-benar mengikuti
jalan orang-orang yang ada sebelum kalian sejengkal demi sejengkal, dan sehasta
demi sehasta, hingga seandainya mereka masuk kedalam lubang biawak niscaya
kalian akan mengikuti mereka”, kami berkata ” Wahai Rasulallah, apakah
mereka orang yahudi dan nasrani? “ Beliau menjawab “ siapa lagi”
Tentu hal ini sangat
ironis, bisa kita bayangkan kuantitas kaum muslimin Indonesia yang begitu
besar, ternyata masih belum untuk mencapai kualitas secara individual
yang secara totalitas penduduk Indonesia. Hal ini terbukti dengan minimnya
pengaruh kehidupan ummat Islam atas bangsa Indonesia.
Perkembangan modernisasi
teknologi masa kini seakan menggilas simbol keagungan Islam di tanah air secara
perlahan. Sebagai contoh perayaan tahun baru Hijriah di mata kaum muslimin, tak
banyak dari mereka yang mengetahui pengertian, sejarah, atau bahkan hikmah yang
tersirat di balik perayan tahun baru Islam. Oleh karena itu hendaknya perlu
kita flashback sejenak untuk menyusun kembali “puzzle”
keilmuan kita.
Secara
epistimologi kata Hijriah diambil dari kata هاجر – يهاجر yang
bermakna pindah ke negeri lain atau hijrah. Dasar penetapan kalender ini adalah
peristiwa hijrahnya Rasulullah beserta para sahabatnya dari Makkah ke
Madinah karena peristiwa-peristiwa tersebut menjadi titik tolak perkembangan
Islam ke seluruh belahan dunia. Kalender ini ditetapkan dimasa pemerintahan
khalifah Umar bin Khattab ra. atas inisiatif al-Imam Ali bin Abi thalib ra.
Kemudian apa yang bisa kita peroleh dari momen tahun baru Islam? Tentu begitu
banyak makna dan hikmah yang dapat kita petik, khususnya bagi generasi muda
Islam yang menjadi power bagi agama. Diantaranya :
1) Kita harus mampu mewarnai tahun baru Islam ini dengan segudang aktivitas
positif., baik individual ataupun sosial yang kental dengan citarasa Islam
sebagai sarana dakwah dan upaya mengembangkan syiar-syiar Islam dipenjuru
dunia. Sebagai mana firman Allah s..w.t yang berbunyi :
"Demikianlah
(perintah Allah) dan barang siapa yang menggagungkan syiar-syiar Allah maka
sesungguhnya hal itu tumbul dari ketakwaan hati.”(Qs AlHajj 32)
2) Pemaknaan perayaan tahun baru Hijriah
sebagai momen metamorphasis (berubah menjadi sosok yang lebih baik ) yang kita
ambil dari nilai fisolofis seekor kupu-kupu. Berawal dari sebutir telur yang
kemudian menetas menjadi sosok larva ulat. Seiring putaran waktu ia tumbuh dan
berkembang mejadi hama ulat dewasa, ia terus menggerogoti dedaunan yang ada di
sekitarnya, menghancurkan harapan petani, sayur dan buah-buahan. Tak cukup di
situ, tatkala dia bosan memakan selembar daun, ia mulai beranjak dan menggapai
lembaran daun lainnya. Rasa tamak terus membuatnya menjadi mesin perusak
tanaman yang efektif. Semakin lama semakin membesar tubuhnya. Begitupula rasa
benci manusia kepadanya, sampai tiba saat Allah Swt memberikan ilham kepadanya
untuk berkholwat dalam rajutan bunga yang membalut tubuhnya sampai waktu yang
telah ditentukan, ia pun keluar dari kepompongnya dengan bentuk makhluk baru
yang berbeda dengan sebelumnya. Dari makhluk yang buruk rupa menjadi makhluk
yang indah, dari sosok yang dibenci menjadi sosok yang dinanti, dari hama
menjadi makhluk yang penuh faedah bagi sekitarnya, dari sifat tamak akan
segalanya menjadi sifat qonaah. Terlepas dari itu sebagai makhluk yang berakal,
kita harus menambil ibroh dari fenomena alamiah tersebut sebagaimana terukir
dalam Al-Quran
“Maka ambillah (kejadian
itu) untuk menjadi pelajaran, wahai orang-orang yang memiliki
pandangan.” ( Qs AlHasyr 2)
Bisa kita bayangkan,
ulat yang tak berakal mampu untuk berubah mejadi lebih baik apalagi manusia
yang berakal mulia. Seyogyanya bagi kita ditahun yang baru ini untuk
mempunyai spirit baru, spirit baru untuk bertaqwa dan beramal sholeh, dengan
jiwa pengorbanan yang baru untuk membangun relasi yang harmonis dengan Allah
Swt.
3) Sebagai
upaya evaluasi diri/محاسبة النفس.
Yakni
mengevaluasi kinerja kita sebagai عبداللهdi tahun yang lalu, mampu
berubah sesuatu yang buruk di masa lalu menjadi motivasi baru untuk melangkah
lebih maju ketaqwaan Allah Swt. Mampu mengubah kesalahan menjadi batu loncatan
untuk perbaikan dimasa depan. Sebagai mana sabda nabi Saw :
حاسبوا
أنفسكم قبل ان تحاسبوا
“Hisablah (intropeksi) diri kalian sebelum kalian di
hisab kelak. “
Perlu
hadirnya visi yang baru di tahun yang baru. Karena kita tanpa visi hidup akan
membawa kita dalam kehancuran yakni hidup tanpa arah dan tujuan, sebagai
mana perkataan King Solomon yang
berbunyi ” Where there is
no vision the people pensh/die ”. Satu yang tak kalah
penting adalah “ look beyond
what a person is today and seen what might happen tomorrow”. Jangan melihat seseorang hari ini tapi lihatlah apa
yang akan terjadi esok hari “: tak perlu larut dalam penyesalan yang
mendalam tanpa ada rasa sadar yang terpenting kita untuk “Take achon” dan
optimis bahwa rahmat Allah Swt jauh lebih luas dari
pada azabNya :
“Katakanlah
Wahai hamba-hambaku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri janganlah
kamu berputus asa dari rahmat Allah . Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa
semuanya . Sungguh Dialah yang maha pengampun dan maha penyayang.”
(Qs
AzZumar)
BAB III
PENUTUP
III. 1 Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan tentang masalah yang berkaitan tentang judul tulisan makalah ini,
maka dapat disimpulkan bahwa Umat Islam selayaknya gembira ketika sampai pada
bulan Rabi’ul Awwal karena pada bulan inilah Nabi
Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam lahir ke dunia menjadi
Utusan Allâh yang terakhir.Tidak ada lagi Nabi setelahnya. Karena itu,
bulan Rabi’ul Awwal merupakan momentum umat Islam untuk
mempelajari dan menggali kemudian menghidupkan sunnah-sunnah nabawiyyah dalam
berbagai praktik kehidupan sehari-hari. Tentu yang paling penting bagi umat
Islam—pada momentum kelahiran Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa
sallam ini — berupaya untuk semakin mengenal dan meneladani Nabi
Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam Makna memperingati
Maulid Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bukan sekedar
seremonial keagamaan semata, namun hendaklah ditujukan kearah intropeksi total
diri sendiri, guna meningkatkan kualitas hidup beragama, beribadah, dan
bermasyarakat.
Cara meneladani sosok Rasulullah Saw yaitu
Berakhlaklah seperti al-Qur’an, karena ‘Aisyah radhiyallâhu ‘anha.
ketika ditanya bagaimanakah akhlak nabi, beliau menjawab Sungguh akhlak
Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam adalah al-Qur’an.
Barang siapa mengamalkan al-Qur’an dan sunnah, maka sungguh ia telah meneladani
Rasûlullâh dengan sebenar-benarnya.
Cara memaknai tahun baru hijriah:
1) Kita harus mampu mewarnai tahun baru Islam
ini dengan segudang aktivitas positif
2) Pemaknaan perayaan tahun
baru Hijriah sebagai momen metamorphasis (berubah menjadi sosok yang lebih baik
)
3) Sebagai upaya evaluasi diri.
III.
2 Saran
Kita sebagai pemuda-pemudi beragama islam,
merupakan kaum Rasulullah Saw alangkah mulianya kita mengidolakan Rasulullah
Saw. Selain Beliau menjadi pemimpin bagi umat dan keluarganya, Rasulullah juga
menjadi seorang idola bagi umat-umatnya. sosoknya yang berakhlak mulia dapat
kita jadikan contoh di kehidupan globalisasi saat ini yang cenderung masyarakat
sekarang memiliki sifat dan sikap sombong, tidak tahu diri, egois, pemarah,
dengki, iri, penghasut dll. meneladani sikap Rasulullah sedini mungkin di
ajarkan di berbagai lingkungan, agar mencegah terjadinya kebobrokan perilaku
pemuda-pemudi saat ini. Jangan jauhkan pemuda-pemudi saat ini jauh dari ajaran
agama. jika satu generasi saja rusak, maka akan terlahir ratusan,ribuan, bahkan
jutaan manusia yang tidak bermoral. sungguh ironis jika hal itu sampai terjadi.
Jadi, mulai saat ini sebaiknya kita mulai meneladani sikap Rasulullah Saw
seperti belajar bersabar, belajar ikhlas,belajar menjauhi maksiat, belajar
beribadah dengan benar, belajar memahami persoalan dan masalah tanpa kekerasan.
MEMPERINGATI MAULID NABI & TAHUN BARU HIJRIAH BAGI PEMUDA-PEMUDI DI ERA GLOBALISASI SAAT INI
Minggu, 14 Juni 2015
Posted by CAN
Nama bagian tubuh iguana:
1. Mulut
2. Gelambir
3. Sisik
4. Jari
Kaki
5. Ekor
6. Ujung
Ekor
7. Duri
Punggung
8. warna
hijau
No.
|
Bagian
Tubuh
|
Fungsi
|
1.
|
Mulut
|
Fungsi mulut secara umum adalah
untuk memasukan
makanan ke dalam tubuh. |
2.
|
Duri Punggung
|
Duri punggung (sisik tuberculate)
berfungsi untuk membantu terlihat besar untuk menakuti musuh.
|
3.
|
Ekor
|
Ekor berfungsi sebagai alat
keseimbangan tubuh.
|
4.
|
Ujung Ekor
|
Ujung ekor yang menyerupai cambuk
berfungsi untuk mempertahankan diri
|
5.
|
Jari Kaki
|
Jari kaki berfungsi untuk berjalan
dan berpegangan pada saat bertengger
|
6.
|
Sisik
|
Fungsi sisik adalah untuk
melindungi tubuh.
|
7.
|
Gelambir
|
Gelambir ini biasanya diperpanjang
ketika iguana merasa terancam
dan ingin membuat dirinya terlihat besar dan menakutkan. |
8.
|
Warna Hijau
|
Warna hijau berfungsi untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya
|
Buaya adalah reptil bertubuh besar yang hidup di air. Secara ilmiah, buaya meliputi seluruh spesies anggota suku Crocodylidae, termasuk pula buaya sepit(Tomistoma schlegelii).
Meski demikian nama ini dapat pula dikenakan secara longgar untuk menyebut
‘buaya’ aligator, kaiman dan gavial; yakni kerabat-kerabat buaya yang berlainan suku.
Buaya umumnya menghuni habitat perairan tawar seperti sungai, danau, rawadan lahan basah lainnya, namun ada pula
yang hidup di air payau sepertibuaya muara. Makanan utama buaya
adalah hewan-hewan bertulang belakangseperti
bangsa ikan, reptil dan mamalia, kadang-kadang juga memangsamoluska dan krustasea bergantung pada spesiesnya.
Buaya merupakan hewan purba, yang hanya sedikit berubah karena evolusi semenjak
zaman dinosaurus.
Dikenal pula beberapa nama daerah untuk
menyebut buaya, seperti misalnyabuhaya (Sd.); buhaya (bjn); baya atau bajul (Jw.); bicokok (Btw.), bekatak, ataubuaya katak untuk menyebut buaya
bertubuh kecil gemuk; senyulong, buaya jolong-jolong (Mly.), atau buaya julung-julung untuk menyebut buaya ikan;buaya
pandan, yakni buaya yang berwarna kehijauan; buaya tembaga, buaya yang berwarna
kuning kecoklatan; dan lain-lain.
Peta persebaran buaya
Dalam bahasa Inggris buaya dikenal sebagai crocodile. Nama ini berasal dari
penyebutan orang Yunani terhadap buaya yang mereka
saksikan di Sungai Nil,krokodilos;
kata bentukan yang berakar dari kata kroko, yang berarti ‘batu
kerikil’, dan deilos yang berarti ‘cacing’ atau
‘orang’. Mereka menyebutnya ‘cacing bebatuan’ karena mengamati kebiasaan buaya
berjemur di tepian sungai yang berbatu-batu.
BUDAYA PERUSAHAAN DAN MANFAATNYA
Pengetian Budaya Perusahaan
Budaya adalah satu set nilai, penuntun kepercayaan
akan suatu hal, pengetian dan cara berpikir yang dipertemukan oleh para anggota
orgaanisasi dan diterima oleh anggota baru seutuhnya. (W. Jack Duncan dalam “Organizational Culture:
Getting a Fix on an Elusive Concept”, Academy of Managemenr Executive 3
– 1989).
Tujuan
budaya adalah untuk melengkapi para anggota dengan rasa (identitas) organisasi
dan menimbulkan komitmen terhadap nilai-nilai yang dianut oleh organisasi.
Namun dalam proses selanjutnya seorang praktisi PR turut mengemban misi untuk
mengembangkan dan memelihara budaya perusahaan.
Sedangkan
budaya perusahaan pada sisi yang sama merupakan penerapan nilai-nilai dalam
suatu masyarakat yang terikat bekerja di bawah naungan suatu perusahaan. Budaya
perusahaan umumnya terdiri atas dua lapisan. Lapisan pertama adalah lapisan
yang umumnya mudah dilihat dan sering dianggap mewakili budaya perusahaan
secara menyeluruh. Lapisan pertama ini disebut Visible Artifacts.
Lapisan ini terdiri atas cara orang berperilaku dan berdandan. Termasuk pula
simbol-simbol yang dipakai, kegiatan protokoler (seremonial), dan cerita-cerita
yang sering dibicarakan oleh para anggota. Ini sering disebut sebagai
identitas.
Namun
demikian, Visible Artifacts tidaklah ada begitu saja. Ia hadir mewakili
nilai-nilai yang lebih dalam dari para anggota. Lapisan ke dua yang lebih dalam
itulah yang sesungguhnya disebut budaya. Ini terdiri atas nilai-nilai pokok,
filosofi, asumsi, kepercayaan, dan proses berpikir dalam perusahaan.
Untuk
mengartikan budaya perusahaan, seorang praktisi PR dapat melakukan analisis
yang dimulai dari Visible Artifacts, kemudian melakukan penelusuran
terhadap pidato pendiri, wawancara yang dimuat di media massa, kejadian penting
yang menyebabkan perusahaan harus megnambil tindakan drastis, sejarah
perusahaan, dan mission statemnet perusahaan.
Dalam
mengartikan budaya perusahaan, seorang praktisi PR perlu agak berhati-hati
membaca hal-hal yang visible. Pemberian award yang sama jenisnya
terhadap karyawan di perusahaan yang berbeda bisa berati lain. Di perusahaan A,
pemberian award dimaksudkan untuk menciptakan iklim kompetisi sesama
karyawan sehubungan dengan persaingan yang ketat dalam industri. Sementara di
perusahaan B, pemberian award dimaksudkan agar karyawan betah bekerja
dan terutama ditujukan secara kelompok.
Budaya
Perusahaan dan Strategi Manajemen
Meskipun
berada di luar jangkauan praktisi PR, ada baiknyan praktisi PR memahami bahwa pada
level atas perusahaan, budaya perusahaan dirumuskan oleh pimpinan perusahaan
dengan memperhatikan unsur-unsur di luar perusahaan (lingkungan).
Dalam
merumuskan strategi perusahaan, organisasi didesain dengan mengembangkan budaya
yang cocok dengan keadaan lingkungannya. Hubungan yang pas antara nilai-nilai
budaya, strategi perusahaan dan lingkungan bisnis dapat memperkuat keberhasilan
perusahaan (Daniel R. Denison).
Suatu
studi yang dilakukan oleh Profesor Daniel R. Denison, menunjukkan bahwa ada
empat jenis budaya yang dapat dikembangkan perusahaan sehubungan dengan
strategi dan keadaan lingkungan. Kategori yang dikembangkan oleh Denison, didasarkan oleh
dua faktor, yaitu:
1. Keadaan lingkungan
kompetitif memerlukan tindakan: mengubah atau mendiamkan.
2. Fokus
strategi:internal dan eksternal
Hubungan antara Lingkungan dan Strategi Manajemen
terhadap Budaya Perusahaan
1. Budaya Adaptasi
Budaya adaptasi ditandai oleh lingkungan yang
tidak stabil dengan strategi terfokus pada kegiatan eksternal. Pada budaya
adaptasi ini orang-orang di dalam perusahaan diarahkan agar dapat mendukung
kapasitas organisasi untuk
menangkap tanda-tanda dan menafsirkan tindakan
terhadap perubahan lingkungan ke dalam perilaku baru.
Perusahaan yang menganut budaya ini memerlukan
respons yang segera untuk menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan.
Umumnya budaya ini dianut perusahaan elektronik, pemasaran, fashion goods, dan
produsen kosmetik.
2. Budaya Misi
Budaya ini ditandai oleh keadaan lingkungan yang
relatif stabil. Dalam keadaan lingkungan yang stabil, perusahaan mulai
memperhatikan orang-orang di luar perusahaan. Tujuannya adalah untuk
menyebarkan visi perusahaan kepada khalayak. Visi tersebut memberi arti bagi
para anggota dengan mendefinisikan secara jelas perannya dalam perusahaan.
Orang-orang di dalam perusahaan percaya bahwa misi perusahaan adalah untuk
melayani orang.
3. Budaya Partisipatif
Budaya ini memfokuskan perhatiannya kepada
keterlibatan seluruh orang dalam perusahaan terhadap perubahan lingkungan yang
cepat (unstable). Perusahaan membangkitkan inisiatif para karyawan agar
terlibat dalam kebersamaan melalui rasa tanggung jawab dan rasa memiliki, dan
komitmen yang tinggi terhadap perusahaan. Umumnya perusahaan mengijinkan
karyawan bekerja tanpa jam kerja rutin sehingga karyawan bisa mengatur sendiri
jadwalnya dan bersedia bekerja hingga larut malam. Rasa kepemilikan
dikembangkan melalui profit-sharing atau gain-sharing (kepemilikan saham secara
berkelompok seperti dalam koperasi).
4. Budaya Konsisten
Budaya ini dikembangkan dalam keadaan lingkungan
yang stabil. Dalam keadaan itu, perusahaan memfokuskan strateginya ke arah internal
perusahaan. Simbol, kepahlawanan, dan protokoler yang didesain oleh praktisi PR
dimaksudkan untuk mendukung kerjasama, tradisi, dan mengikuti kebijakan
perusahaan mencapai sasaran tertentu. Di dalam perusahaan ini,
keterlibatan/partisipasi individu tidak terlalu menonjol, tetapi diimbangi
dengan
niat baik untuk menyesuaikan diri (conformity) dan kerjasama antara anggota.
Keberhasilan perusahaan ditimbulkan oleh hubungan antara bagain-bagian dan
manusianya yang saling berpadu dan efisien.