Newest Post

Archive for 2015

MAKNA MEMPERINGATI MAULID NABI BAGI PEMUDA-PEMUDI DI ERA GLOBALISASI SAAT INI

http://alislamiyah.uii.ac.id/wp-content/uploads/2013/08/muhammad-150x150.jpg
Muhammad Adalah Teladan hidup

Sejarah

Peringatan Maulid Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam pertama kali diselenggarakan oleh Muzaffar ibn Baktati, raja Mesir yang terkenal arif dan bijaksana. Sedangkan pencetus ide peringatan adalah panglima perangnya, Shalahuddin Yussuf Al-Ayubi (abad ke-6 M), sosok pemimpin pasukan Islam yang pernah mengalahkan pasukan Kristen dalam Perang Salib. Shalahuddin juga merupakan panglima Islam di masa Khalifah Mu’iz Liddinillâh dari dinasti Bani Fathimiyah di Mesir (berkuasa 365 H/975 M). Seperti disebutkan dalam Ensiklopedia Islam untuk Pelajar, ia kemudian juga gigih menyelenggarakan peringatan Maulid Nabi dari tahun ke tahun di masanya. Mengapa Shalahuddin merasa perlu mengadakan peringatan Maulid? Sang panglima berpendapat, ketika Perang Salib terjadi, motivasi umat Islam sangat menurun, sementara motivasi pasukan Salib (Kristen) meningkat. Hal ini tentu tidak kondusif bagi pasukan Islam, sehingga Shalahuddin merasa perlu membangkitkan kembali semangat umat Islam sebagaimana umat Kristen dengan perayaan Natal-nya. Maka, sang panglima ini kemudian mengadakan peringatan hari lahir Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam yang kemudian dikenal dengan sebutan Maulid Nabi. Bila dalam peringatan Natal kaum Kristen dikisahkan tentang keagungan Yesus, maka dalam peringatan Maulid, Shalahuddin menggemakan kisah perang yang dilakukan Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam. Tapi belakangan, yang dibacakan pada acara peringatan Maulid tersebut berubah, bukan lagi kisah perang, melainkan kisah lahir dan hidup sang Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam. Kisah perang tampaknya dianggap tak lagi relevan.

Walaupun peringatan Maulid Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam masih dipertanyakan oleh beberapa kalangan dan dinyatakan sebagai bid’ah, peringatan Maulid Nabi tampaknya masih perlu dilakukan. Di tengah perkembangan globalisasi saat ini, yang tak jarang memperlemah semangat keimanan umat Islam, maka peringatan Maulid Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam menjadi sangat penting. Selain dimaksudkan untuk meneladani akhlak Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam, peringatan Maulid juga untuk memberikan motivasi kepada umat tentang pentingnya perang yang lebih besar, yakni perang melawan kemungkaran dan kemaksiatan. Krisis berkepanjangan bangsa Indonesia saat ini, antara lain disebabkan merajalelanya kemaksiatan, kemungkaran dan tidak adanya penegakan nilai-nilai moral. Hawa nafsu lebih mendominasi kehidupan umat manusia saat ini ketimbang moral.

Memperingati Maulid Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam bermakna meneladani jejak langkah sunnah Rasul yang telah diwariskannya. Beliau adalah teladan hidup yang menyemai banyak kebaikan dalam rangkaian keindahan hidup. Keteladanan yang akan senantiasa layak diikuti setiap generasi dari semua generasi sekarang maupun yang akan datang. Perjalanan sejarah hidup beliau melalui berbagai fase yang penuh kemandirian dan perjuangan. Semua perjalanannya juga dihiasi dengan keluhuran sikap dan ketinggian budi pekerti. Rasûlullâh yang lahir sebagai seorang yatim kemudian mampu menunjukkan berbagai hal tersebut di atas semenjak masa kanak-kanaknya.

Dalam diri Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam terkumpul sifat-sifat utama yaitu rendah hati, lemah lembut, jujur, tidak suka mencari-cari cacat orang lain, sabar, tidak angkuh, santun dan tidak mudah mabuk pujian. Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam selalu berusaha melupakan hal-hal yang tidak berkenan di hatinya dan tidak pernah berputus asa dalam berusaha. Oleh sebab itu Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam adalah tipe ideal bagi seluruh kaum muslimin, termasuk bagi para sufi. Hal ini sesuai dengan firman Alah SWT dalam al-Qur’an surat al-Ahzâb [33]: 21, “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasûlullâh itu suri teladan yang baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharap ( rahmat ) Allâh dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Alah.” (QS al-Ahzâb [33]: 21)

Menurut berbagai riwayat, pada masa remajanya, Muhammad yang tinggal dengan pamannya, melakukan pekerjaan yang biasa dikerjakan oleh mereka yang seusianya. Beliau memulai mengasah mentalitas wirausahanya dengan menjadi penggembala untuk orang-orang Mekkah di masa kanak-kanaknya. Dengan menjadi penggembala beliau mendapatkan upah, guna meringankan sedikit beban yang ditanggung oleh pamannya. Beliau ingin berpenghasilan dan bisa mandiri. Tidak hendak berpangku tangan hanya sekedar bermain saja. Sebagai anak muda yang jujur dan punya harga diri, beliau sama sekali tidak suka berlama-lama menjadi tanggungan pamannya yang memiliki beban keluarga besar.

Sebuah perkerjaan yang kemudian mengantarkan beliau untuk lebih banyak merenung dan berpikir tentang kondisi kaumnya. Kaumnya yang saat itu terejerumus dalam berbagai bentuk kejahilliyahan, menyembah berhala, menjalankan riba, minum minuman keras serta pelbagai macam kesenangan dan hiburan sepuas-puasnya tidak menarik minat Muhammad remaja sedikitpun. Jiwa bersihnya yang selalu mendambakan kesempurnaan menyebabkan beliau menjauhi foya-foya, yang biasa menjadi kesenangan utama penduduk Mekkah. Beliau mendambakan cahaya hidup yang akan lahir dalam segala manifestasi kehidupan, dan yang akan dicapainya hanya dengan dasar kebenaran. Kenyataan ini dibuktikan dengan julukan yang diberikan orang kepadanya dan bawaan yang ada dalam dirinya. Itu sebabnya, sejak masa kanak-kanak gejala kesempurnaan, kedewasaan dan kejujuran hati sudah tampak, sehingga penduduk Mekkah semua memanggilnya al-Amîn (yang dapat dipercaya).
Bulan Rabi’ul Awal merupakan bulan ekspresi kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW. Hari-hari pada bulan ini banyak digunakan untuk mengenang kebesaran dan jasa-jasanya. Beliau adalah manusia pilihan Allâh SWT, dialah manusia mulia yang telah menunaikan amanah, menyampaikan risalah, membina umat, dan membebaskan manusia dari penyembahan kepada berhala menuju pada penyembahan kepada Allâh SWT.

Sungguh ironis memang. Bulan ini kita kembali memasuki bulan Rabi’ul Awwal, bulan yang di dalamnya dilahirkan seorang manusia pilihan untuk menyempurnakan risalah yang telah dibawa sejak nabi Adam AS. Rasanya tepat bagi kita bermuhasabah sejenak, kembali merenungi sosok agung tersebut agar kita dapat kembali kejalan yang benar. Wujud cinta kita kepada Rasûlullâh selalu kita buktikan dengan mengikuti perbuatan-perbuatannya. Rasul menganjurkan berbuat baik kepada semua orang, dengan segera kita melaksanakannya. Ketika Rasul menyuruh kita sopan santun, jujur, adil, bersikap pemaaf, maka dengan antusias kita menyambut dan melaksanakan perintah itu. Sehingga dalam kadar tertentu kita telah menjadikan Rasûlullâh sebagai figur yang harus diteladani dalam segala komponen kehidupan. Bahkan Rasûlullâh adalah ushwatun hasanah atau teladan yang baik.



Rethinking Maulid Maulid Nabi
           
Meskipun Maulid Nabi diperingati setiap tahun, mengapa perilaku masyarakat tetap tidak berubah. Salah satu penyebabnya adalah adanya tarik menarik antara kebaikan dan keburukan. Di negeri ini, rupanya keburukan lebih menarik daripada kebaikan. Apalagi keburukan dikemas dalam bentuk yang lebih menarik dan indah, sehingga kebaikan pun menjadi terpendam. Ini merupakan tantangan bagi para penganjur kebaikan, baik individu, kelompok maupun lembaga atau institusi. Yakni, bagaimana mereka bisa menyampaikan kebaikan dengan cara yang efektif dan menarik. Para penganjur keburukan kini jumlahnya semakin meningkat. Mereka juga sangat cerdik mengemas keburukan itu dalam berbagai bentuk, termasuk lewat dunia hiburan berkedok seni. Mereka mengemas pornografi dengan dalih ekspresi seni (baca: seperti seni erotis zaman jahiliyah).  Kebanyakan umat Islam sebenarnya sudah tahu bahwa Rasûlullâh itu adalah teladan yang baik. Masalahnya, lanjut Quraish Shihab, kemauan meneladani itu terhalang oleh nafsu.

Pada masa sekarang ini yang paling menonjol untuk dicontoh dari Rasûlullâh adalah sifat jujur atau amanah. Dua sifat ini sudah banyak hilang dan akhirnya menciptakan kemungkaran-kemungkaran yang berakibat kepada kesengsaraan masyarakat. Krisis moral dan akhlak ditambah dengan tidak adanya keteladanan para pemimpin (baca: karena mereka juga cacat moral dan akhlak). Bagaimana mungkin pemimpin akan mengubah masyarakat kepada keadilan dan kesejahteraan jika pemimpinnya tidak memberikan teladan. Krisis ekonomi yang berkepanjangan sebenarnya adalah akibat pemimpin-pemimpin yang tidak jujur dan tidak amanah. Seorang pemimpin seharusnya meneladai empat sifat Rasûlullâh: bisa dipercaya, patut menerima kepercayaan, bisa dan mampu menyampaikan kebenaran, serta bijaksana dan cerdas. Sifat-sifat inilah yang harus ditiru umat Islam, terutama mereka yang saat ini diamanati berkuasa di negeri ini.

Umat Islam sekarang ini memahami pribadi Rasûlullâh dengan cara yang sangat formal dan normatif. Nabi Muhammad ditampilkan hanya sebatas pada ceramah-ceramah, khutbah, dan sebagainya, tapi tidak dikonstruksikan sebagai bagian dari diri mereka (umat Islam). Yang ada hanya transfer ilmu dan pengetahuan bukan nilai-nilai yang harus ditanamkan dalam diri umat. Sebagai contoh biasanya para penceramah peringatan Maulid memposisikan Nabi Muhammad SAW sebagai sosok di langit, lebih sebagai pahlawan dan wakil dari Tuhan. Nabi tidak diajarkan dengan pendekatan dengan menyampaikan nilai-nilai kemanusiaan yang ada pada diri nabi sehingga nabi adalah sosok yang nyata dan dapat dicontoh. Seperti telah Allâh firmankan: “Katakanlah: sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat pada Tuhannya”(QS. Al-Kahfi [18]: 110). Sehingga wajar jika sampai saat ini kegiatan peringatan Maulid Nabi hanya sebatas seremonial dan kurang membekas pada umat Islam.
Ada lagi sebagian dari umat Islam mencontoh dan meneladani Nabi hanya pada hal-hal yang menguntungkan diri mereka pribadi. Misalnya mencontoh beristri lebih dari satu, tetapi mereka adalah orang yang tidak mencontoh sifat adil pada diri Rasûlullâh. Menuntut orang lain untuk hidup sederhana tetapi dirinya sendiri hidup foya-foya dan hura-hura. Keteladanan Rasûlullâh tidak seharusnya diambil sebagian-sebagian. Seluruh kehidupan Rasûlullâh harus kita jadikan teladan, mulai dari bagaimana beliau bermasyarakat, menjadi pemimpin, komandan perang, pedagang, pendidik, sebagai suami, ayah, sebagai teman, dan seterusnya. Itulah inti dari peringatan Maulid Nabi.

Namun amat disayangkan, rasa cinta kepada Rasûlullâh itu sedikit demi sedikit mulai memudar sesuai dengan berkembangnya peradaban. Sangat ironis memang, ternyata generasi muda kita lebih paham dan mengikuti “sabda-sabda” yang mereka anggap sebagai figur “teladan”. Tak bisa menutup mata, bahwa remaja kita mulai gandrung dengan tokoh-tokoh artis yang mereka anggap mampu memberi inspirasi dalam hidupnya. Bahkan dalam tataran tertentu mampu menumbuhkan histeria. Bukan saja kaum muda yang sudah mematut-matut diri menyamakan dengan idola pujaannya. Namun, tanpa disadari kaum tua pun telah melakukan hal yang sama, meski dalam unsur yang berbeda. Dalam diri kita mulai merayap pemikiran dan perasaan yang bertolak belakang dengan sikap Rasûlullâh sebagai teladan kita. Betapa naifnya kita mengaku-ngaku mencintai dan meneladani Rasûlullâh sementara kita sendiri tak pernah mengikuti perilakunya. Cinta kita, cinta palsu belaka. Di satu sisi kita senantiasa bersholawat kepadanya, tapi pada kesempatan yang lain kita malah melakukan perbuatan yang dilarangnya, yang jelas bertentangan dengan perilaku mulianya.
Satu hal yang bisa kita dapati bila kita mencintai dan meneladani Rasûlullâh dalam segala komponen kehidupan, yang tak akan pernah kita jumpai dalam mencintai dan meneladani selain Rasûlullâh, yakni Rasûlullâh akan memberi “bonus” berupa syafaat kepada kita di hari penghisaban, bila kita mengikuti apa-apa yang diperintahkannya dan menghindari apa yang dilarangnya. Tak perlu menipu diri dengan menganggap nanti akan mendapat syafaat, sementara kita tak pernah meledani perbuatan Rasûlullâh.




Cara Meneladani Rasûlullâh saw

Seseorang yang mempunyai idola tentu saja prilakunya tidak jauh dari sosok yang diidolakan. Berusaha menyukai hal-hal yang disukai idola, mengoleksi atribut-atribut yang ada hubungannya dengan idola, bahkan berusaha mati-matian berpola hidup seperti sang idola.  Begitu pula ketika kita mengaku mengidolakan Rasûlullâh. Konsekuensinya tentu saja kita harus menghidupkan sunnah-sunnahnya baik berupa perbuatan, perkataan maupun penetapan beliau. Jangan mengaku mengidolakan Rasûlullâh jika membaca al-Qur’an saja jarang-jarang. Sholat wajib masih sering bolong. Bermuka manis terhadap sesama terasa sulit. Pelit untuk bersedekah. Gemar berbohong. Gunjing sana-sini. Jam karet dan ingkar janji jadi kebiasaan. Semua hal tersebut tentu saja kontradiksi dari apa yang telah dicontohkan oleh Rasûlullâh.
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فَاتَّبِعُوْنِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَاللهُ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ
31. Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allâh, maka ikutilah (sunnah/petunjuk)ku, niscaya Allâh mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu, Allâh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 31).

Imam at-Thabarî, ketika menafsirkan ayat ini berkata, “Ayat yang mulia ini merupakan hakim (pemutus perkara) bagi setiap orang yang mengaku mencintai Allâh, akan tetapi dia tidak mengikuti jalan (sunnah) Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam, maka dia adalah orang yang berdusta dalam pengakuan tersebut dalam masalah ini, sampai dia mau mengikuti syariat dan agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad dalam semua ucapan, perbuatan dan keadaannya. Berakhlaklah seperti al-Qur’an, karena ‘Aisyah radhiyallâhu ‘anha. ketika ditanya bagaimanakah akhlak nabi, beliau menjawab Sungguh akhlak Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam adalah al-Qur’an. Barang siapa mengamalkan al-Qur’an dan sunnah, maka sungguh ia telah meneladani Rasûlullâh dengan sebenar-benarnya.




















MEMPERINGATI TAHUN BARU HIJRIAH BAGI PEMUDA-PEMUDI
DI ERA GLOBALISASI SAAT INI

Di era globalisasi seperti saat ini, syiar-syiar Islam mulai meredup dan tenggelam dalam berbagai macam perayaan dan tradisi non Islam dimasyarakat Indonesia yang notabenenya didominasi oleh generasi muda Islam. Mari kita lihat sekilas perayaan hari Valentine pada 14 Februari atau perayaan tahun baru Masehi yang begitu meriah dan fantastis. Berbeda dengan perayaan tahun baru Islam yang seakan dianak tirikan oleh masyarakat kita, keadaan ini senada dengan apa yang digambarkan Rasulullah Saw 14 abad silam:

عن ابي سعيد الخدري , ان رسول الله صلى الله وسلم قال : لتتنعن سنن الذي من قبلكم شبرا بشبر و ذراعا بذراع, حتى لو دخلوا في جحر ضب لا تبعتموا هم " يا رسول الله, اليهود و النصاري ؟ قال " فمن"
Dari Abi Sa’id Al khudri ra berkata : “Rasulullah Saw bersabda : Kalian semua akan benar-benar mengikuti jalan orang-orang yang ada sebelum kalian sejengkal demi sejengkal, dan sehasta demi sehasta, hingga seandainya mereka masuk kedalam lubang biawak niscaya kalian akan mengikuti mereka”,  kami berkata ” Wahai Rasulallah, apakah mereka orang yahudi dan nasrani? “ Beliau menjawab “ siapa lagi”

Tentu hal ini sangat ironis, bisa kita bayangkan kuantitas kaum muslimin Indonesia yang begitu besar, ternyata masih belum untuk  mencapai kualitas secara individual yang secara totalitas penduduk Indonesia. Hal ini terbukti dengan minimnya pengaruh kehidupan ummat Islam atas bangsa Indonesia.

Perkembangan modernisasi teknologi masa kini seakan menggilas simbol keagungan Islam di tanah air secara perlahan. Sebagai contoh perayaan tahun baru Hijriah di mata kaum muslimin, tak banyak dari mereka yang mengetahui pengertian, sejarah, atau bahkan hikmah yang tersirat di balik perayan tahun baru Islam. Oleh karena itu hendaknya perlu kita flashback sejenak untuk menyusun kembali “puzzle” keilmuan kita.
          
            Secara epistimologi kata Hijriah diambil dari kata  هاجر – يهاجر  yang bermakna pindah ke negeri lain atau hijrah. Dasar penetapan kalender ini adalah peristiwa hijrahnya Rasulullah beserta para sahabatnya  dari Makkah ke Madinah karena peristiwa-peristiwa tersebut menjadi titik tolak perkembangan Islam ke seluruh belahan dunia. Kalender ini ditetapkan dimasa pemerintahan khalifah Umar bin Khattab ra. atas inisiatif al-Imam Ali bin Abi thalib ra. Kemudian apa yang bisa kita peroleh dari momen tahun baru Islam? Tentu begitu banyak makna dan hikmah yang dapat kita petik, khususnya bagi generasi muda Islam yang menjadi power bagi agama. Diantaranya :

            1) Kita harus mampu mewarnai tahun baru Islam ini dengan segudang aktivitas positif., baik individual ataupun sosial yang kental dengan citarasa Islam sebagai sarana dakwah dan upaya mengembangkan syiar-syiar Islam dipenjuru dunia. Sebagai mana firman Allah s..w.t yang berbunyi :
            "Demikianlah (perintah Allah) dan barang siapa yang menggagungkan syiar-syiar Allah maka sesungguhnya hal itu tumbul dari ketakwaan hati.”(Qs AlHajj 32)
             2) Pemaknaan perayaan tahun baru Hijriah sebagai momen metamorphasis (berubah menjadi sosok yang lebih baik ) yang kita ambil dari nilai fisolofis seekor kupu-kupu. Berawal dari sebutir telur yang kemudian menetas menjadi sosok larva ulat. Seiring putaran waktu ia tumbuh dan berkembang mejadi hama ulat dewasa, ia terus menggerogoti dedaunan yang ada di sekitarnya, menghancurkan harapan petani, sayur dan buah-buahan. Tak cukup di situ, tatkala dia bosan memakan selembar daun, ia mulai beranjak dan menggapai lembaran daun lainnya. Rasa tamak terus membuatnya menjadi mesin perusak tanaman yang efektif. Semakin lama semakin membesar tubuhnya. Begitupula rasa benci manusia kepadanya, sampai tiba saat Allah Swt memberikan ilham kepadanya untuk berkholwat dalam rajutan bunga yang membalut tubuhnya sampai waktu yang telah ditentukan, ia pun keluar dari kepompongnya dengan bentuk makhluk baru yang berbeda dengan sebelumnya. Dari makhluk yang buruk rupa menjadi makhluk yang indah, dari sosok yang dibenci menjadi sosok yang dinanti, dari hama menjadi makhluk yang penuh faedah bagi sekitarnya, dari sifat tamak akan segalanya menjadi sifat qonaah. Terlepas dari itu sebagai makhluk yang berakal, kita harus menambil ibroh dari fenomena alamiah tersebut sebagaimana terukir dalam Al-Quran

“Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, wahai orang-orang yang memiliki pandangan.” ( Qs AlHasyr 2)

Bisa kita  bayangkan, ulat yang tak berakal mampu untuk berubah mejadi lebih baik apalagi manusia yang berakal mulia. Seyogyanya bagi kita ditahun yang  baru ini untuk mempunyai spirit baru, spirit baru untuk bertaqwa dan beramal sholeh, dengan jiwa pengorbanan yang baru untuk membangun relasi yang harmonis dengan Allah Swt.

3)      Sebagai upaya evaluasi diri/محاسبة النفس.
           
            Yakni mengevaluasi kinerja kita sebagai  عبداللهdi tahun yang lalu, mampu berubah sesuatu yang buruk di masa lalu menjadi motivasi baru untuk melangkah lebih maju ketaqwaan Allah Swt. Mampu mengubah kesalahan menjadi batu loncatan untuk perbaikan dimasa depan. Sebagai mana sabda nabi Saw :
حاسبوا أنفسكم قبل ان تحاسبوا
“Hisablah (intropeksi) diri kalian sebelum kalian di hisab kelak. “

Perlu hadirnya visi yang baru di tahun yang baru. Karena kita tanpa visi hidup akan membawa kita dalam kehancuran yakni hidup tanpa arah dan tujuan, sebagai mana perkataan King Solomon yang berbunyi ” Where there is no vision the people pensh/die ”. Satu  yang tak kalah penting adalah look beyond what a person is today and seen what might  happen tomorrow. Jangan melihat seseorang hari ini tapi lihatlah apa yang akan terjadi esok hari “: tak perlu larut dalam penyesalan yang mendalam tanpa ada rasa sadar yang terpenting kita untuk “Take achon” dan optimis bahwa rahmat Allah Swt  jauh lebih luas dari pada azabNya :
“Katakanlah Wahai hamba-hambaku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah . Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya . Sungguh Dialah yang maha pengampun dan maha penyayang.”
(Qs AzZumar) 
BAB III

PENUTUP

III. 1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan tentang masalah yang berkaitan tentang judul tulisan makalah ini, maka dapat disimpulkan bahwa Umat Islam selayaknya gembira ketika sampai pada bulan Rabi’ul Awwal karena pada bulan inilah Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam lahir ke dunia menjadi Utusan Allâh yang terakhir.Tidak ada lagi Nabi setelahnya. Karena itu, bulan Rabi’ul Awwal merupakan momentum umat Islam untuk mempelajari dan menggali kemudian menghidupkan sunnah-sunnah nabawiyyah dalam berbagai praktik kehidupan sehari-hari. Tentu yang paling penting bagi umat Islam—pada momentum kelahiran Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam ini — berupaya untuk semakin mengenal dan meneladani Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam Makna memperingati Maulid Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bukan sekedar seremonial keagamaan semata, namun hendaklah ditujukan kearah intropeksi total diri sendiri, guna meningkatkan kualitas hidup beragama, beribadah, dan bermasyarakat.

Cara meneladani sosok Rasulullah Saw yaitu Berakhlaklah seperti al-Qur’an, karena ‘Aisyah radhiyallâhu ‘anha. ketika ditanya bagaimanakah akhlak nabi, beliau menjawab Sungguh akhlak Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam adalah al-Qur’an. Barang siapa mengamalkan al-Qur’an dan sunnah, maka sungguh ia telah meneladani Rasûlullâh dengan sebenar-benarnya.

Cara memaknai tahun baru hijriah:            
1) Kita harus mampu mewarnai tahun baru Islam ini dengan segudang aktivitas positif
2) Pemaknaan perayaan tahun baru Hijriah sebagai momen metamorphasis (berubah menjadi sosok yang lebih baik )
3) Sebagai upaya evaluasi diri.

III. 2 Saran


Kita sebagai pemuda-pemudi beragama islam, merupakan kaum Rasulullah Saw alangkah mulianya kita mengidolakan Rasulullah Saw. Selain Beliau menjadi pemimpin bagi umat dan keluarganya, Rasulullah juga menjadi seorang idola bagi umat-umatnya. sosoknya yang berakhlak mulia dapat kita jadikan contoh di kehidupan globalisasi saat ini yang cenderung masyarakat sekarang memiliki sifat dan sikap sombong, tidak tahu diri, egois, pemarah, dengki, iri, penghasut dll. meneladani sikap Rasulullah sedini mungkin di ajarkan di berbagai lingkungan, agar mencegah terjadinya kebobrokan perilaku pemuda-pemudi saat ini. Jangan jauhkan pemuda-pemudi saat ini jauh dari ajaran agama. jika satu generasi saja rusak, maka akan terlahir ratusan,ribuan, bahkan jutaan manusia yang tidak bermoral. sungguh ironis jika hal itu sampai terjadi. Jadi, mulai saat ini sebaiknya kita mulai meneladani sikap Rasulullah Saw seperti belajar bersabar, belajar ikhlas,belajar menjauhi maksiat, belajar beribadah dengan benar, belajar memahami persoalan dan masalah tanpa kekerasan.


Nama bagian tubuh iguana:
1.       Mulut
2.       Gelambir
3.       Sisik
4.       Jari Kaki
5.       Ekor
6.       Ujung Ekor
7.       Duri Punggung
8.       warna hijau

No.
Bagian Tubuh
Fungsi
1.
Mulut
Fungsi mulut secara umum adalah untuk memasukan
makanan ke dalam tubuh.
2.
Duri Punggung
Duri punggung (sisik tuberculate) berfungsi untuk membantu terlihat besar untuk menakuti musuh.
3.
Ekor
Ekor berfungsi sebagai alat keseimbangan tubuh.
4.
Ujung Ekor
Ujung ekor yang menyerupai cambuk berfungsi untuk mempertahankan diri
5.
Jari Kaki
Jari kaki berfungsi untuk berjalan dan berpegangan pada saat bertengger
6.
Sisik
Fungsi sisik adalah untuk melindungi tubuh.
7.
Gelambir
Gelambir ini biasanya diperpanjang ketika iguana merasa terancam
dan ingin membuat dirinya terlihat besar dan menakutkan.
8.
Warna Hijau
Warna hijau berfungsi untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya

ANATOMI IGUANA BESERTA FUNGSI-FUNGSINYA

Sabtu, 24 Januari 2015
Posted by CAN


Buaya adalah reptil bertubuh besar yang hidup di air. Secara ilmiah, buaya meliputi seluruh spesies anggota suku Crocodylidae, termasuk pula buaya sepit(Tomistoma schlegelii). Meski demikian nama ini dapat pula dikenakan secara longgar untuk menyebut ‘buaya’ aligator, kaiman dan gavial; yakni kerabat-kerabat buaya yang berlainan suku.
Buaya umumnya menghuni habitat perairan tawar seperti sungai, danau, rawadan lahan basah lainnya, namun ada pula yang hidup di air payau sepertibuaya muara. Makanan utama buaya adalah hewan-hewan bertulang belakangseperti bangsa ikan, reptil dan mamalia, kadang-kadang juga memangsamoluska dan krustasea bergantung pada spesiesnya. Buaya merupakan hewan purba, yang hanya sedikit berubah karena evolusi semenjak zaman dinosaurus.
Dikenal pula beberapa nama daerah untuk menyebut buaya, seperti misalnyabuhaya (Sd.); buhaya (bjn); baya atau bajul (Jw.); bicokok (Btw.), bekatak, ataubuaya katak untuk menyebut buaya bertubuh kecil gemuk; senyulong, buaya jolong-jolong (Mly.), atau buaya julung-julung untuk menyebut buaya ikan;buaya pandan, yakni buaya yang berwarna kehijauan; buaya tembaga, buaya yang berwarna kuning kecoklatan; dan lain-lain.
Peta persebaran buaya

Dalam bahasa Inggris buaya dikenal sebagai crocodile. Nama ini berasal dari penyebutan orang Yunani terhadap buaya yang mereka saksikan di Sungai Nil,krokodilos; kata bentukan yang berakar dari kata kroko, yang berarti ‘batu kerikil’, dan deilos yang berarti ‘cacing’ atau ‘orang’. Mereka menyebutnya ‘cacing bebatuan’ karena mengamati kebiasaan buaya berjemur di tepian sungai yang berbatu-batu.

Buaya

Posted by CAN

BUDAYA PERUSAHAAN DAN MANFAATNYA
Pengetian Budaya Perusahaan



Budaya adalah satu set nilai, penuntun kepercayaan akan suatu hal, pengetian dan cara berpikir yang dipertemukan oleh para anggota orgaanisasi dan diterima oleh anggota baru seutuhnya. (W. Jack Duncan dalam “Organizational Culture: Getting a Fix on an Elusive Concept”, Academy of Managemenr Executive 3 – 1989).
Tujuan budaya adalah untuk melengkapi para anggota dengan rasa (identitas) organisasi dan menimbulkan komitmen terhadap nilai-nilai yang dianut oleh organisasi. Namun dalam proses selanjutnya seorang praktisi PR turut mengemban misi untuk mengembangkan dan memelihara budaya perusahaan.
Sedangkan budaya perusahaan pada sisi yang sama merupakan penerapan nilai-nilai dalam suatu masyarakat yang terikat bekerja di bawah naungan suatu perusahaan. Budaya perusahaan umumnya terdiri atas dua lapisan. Lapisan pertama adalah lapisan yang umumnya mudah dilihat dan sering dianggap mewakili budaya perusahaan secara menyeluruh. Lapisan pertama ini disebut Visible Artifacts. Lapisan ini terdiri atas cara orang berperilaku dan berdandan. Termasuk pula simbol-simbol yang dipakai, kegiatan protokoler (seremonial), dan cerita-cerita yang sering dibicarakan oleh para anggota. Ini sering disebut sebagai identitas.
Namun demikian, Visible Artifacts tidaklah ada begitu saja. Ia hadir mewakili nilai-nilai yang lebih dalam dari para anggota. Lapisan ke dua yang lebih dalam itulah yang sesungguhnya disebut budaya. Ini terdiri atas nilai-nilai pokok, filosofi, asumsi, kepercayaan, dan proses berpikir dalam perusahaan.
Untuk mengartikan budaya perusahaan, seorang praktisi PR dapat melakukan analisis yang dimulai dari Visible Artifacts, kemudian melakukan penelusuran terhadap pidato pendiri, wawancara yang dimuat di media massa, kejadian penting yang menyebabkan perusahaan harus megnambil tindakan drastis, sejarah perusahaan, dan mission statemnet perusahaan.
Dalam mengartikan budaya perusahaan, seorang praktisi PR perlu agak berhati-hati membaca hal-hal yang visible. Pemberian award yang sama jenisnya terhadap karyawan di perusahaan yang berbeda bisa berati lain. Di perusahaan A, pemberian award dimaksudkan untuk menciptakan iklim kompetisi sesama karyawan sehubungan dengan persaingan yang ketat dalam industri. Sementara di perusahaan B, pemberian award dimaksudkan agar karyawan betah bekerja dan terutama ditujukan secara kelompok.
Budaya Perusahaan dan Strategi Manajemen
Meskipun berada di luar jangkauan praktisi PR, ada baiknyan praktisi PR memahami bahwa pada level atas perusahaan, budaya perusahaan dirumuskan oleh pimpinan perusahaan dengan memperhatikan unsur-unsur di luar perusahaan (lingkungan).
Dalam merumuskan strategi perusahaan, organisasi didesain dengan mengembangkan budaya yang cocok dengan keadaan lingkungannya. Hubungan yang pas antara nilai-nilai budaya, strategi perusahaan dan lingkungan bisnis dapat memperkuat keberhasilan perusahaan (Daniel R. Denison).
Suatu studi yang dilakukan oleh Profesor Daniel R. Denison, menunjukkan bahwa ada empat jenis budaya yang dapat dikembangkan perusahaan sehubungan dengan strategi dan keadaan lingkungan. Kategori yang dikembangkan oleh Denison, didasarkan oleh dua faktor, yaitu:

1. Keadaan lingkungan kompetitif memerlukan tindakan: mengubah atau mendiamkan.

2. Fokus strategi:internal dan eksternal

Hubungan antara Lingkungan dan Strategi Manajemen terhadap Budaya Perusahaan

1. Budaya Adaptasi
Budaya adaptasi ditandai oleh lingkungan yang tidak stabil dengan strategi terfokus pada kegiatan eksternal. Pada budaya adaptasi ini orang-orang di dalam perusahaan diarahkan agar dapat mendukung kapasitas organisasi untuk

menangkap tanda-tanda dan menafsirkan tindakan terhadap perubahan lingkungan ke dalam perilaku baru.
Perusahaan yang menganut budaya ini memerlukan respons yang segera untuk menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan. Umumnya budaya ini dianut perusahaan elektronik, pemasaran, fashion goods, dan produsen kosmetik.

2. Budaya Misi
Budaya ini ditandai oleh keadaan lingkungan yang relatif stabil. Dalam keadaan lingkungan yang stabil, perusahaan mulai memperhatikan orang-orang di luar perusahaan. Tujuannya adalah untuk menyebarkan visi perusahaan kepada khalayak. Visi tersebut memberi arti bagi para anggota dengan mendefinisikan secara jelas perannya dalam perusahaan. Orang-orang di dalam perusahaan percaya bahwa misi perusahaan adalah untuk melayani orang.

3. Budaya Partisipatif
Budaya ini memfokuskan perhatiannya kepada keterlibatan seluruh orang dalam perusahaan terhadap perubahan lingkungan yang cepat (unstable). Perusahaan membangkitkan inisiatif para karyawan agar terlibat dalam kebersamaan melalui rasa tanggung jawab dan rasa memiliki, dan komitmen yang tinggi terhadap perusahaan. Umumnya perusahaan mengijinkan karyawan bekerja tanpa jam kerja rutin sehingga karyawan bisa mengatur sendiri jadwalnya dan bersedia bekerja hingga larut malam. Rasa kepemilikan dikembangkan melalui profit-sharing atau gain-sharing (kepemilikan saham secara berkelompok seperti dalam koperasi).

4. Budaya Konsisten
Budaya ini dikembangkan dalam keadaan lingkungan yang stabil. Dalam keadaan itu, perusahaan memfokuskan strateginya ke arah internal perusahaan. Simbol, kepahlawanan, dan protokoler yang didesain oleh praktisi PR dimaksudkan untuk mendukung kerjasama, tradisi, dan mengikuti kebijakan perusahaan mencapai sasaran tertentu. Di dalam perusahaan ini, keterlibatan/partisipasi individu tidak terlalu menonjol, tetapi diimbangi

dengan niat baik untuk menyesuaikan diri (conformity) dan kerjasama antara anggota. Keberhasilan perusahaan ditimbulkan oleh hubungan antara bagain-bagian dan manusianya yang saling berpadu dan efisien.



BUDAYA PERUSAHAAN DAN MANFAATNYA

Jumat, 09 Januari 2015
Posted by CAN

// Copyright © Ulung Dirga //Anime-Note//Powered by Blogger // Designed by Johanes Djogan //